Dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Radius Setiyawan turut menyoroti aksi kampanye menghibur yang dilakukan capres cawapres jelang Pilpres 2024 mulai dari joget gemoy, nonton one piece hingga salam hunger games. Menurutnya sejak masa kampanye resmi dimulai, para timses dari masing-masing calon pasangan pilpres berlomba-lomba untuk membentuk citra lewat konten media sosial.
Beberapa pihak cenderung sinis terhadap gaya kampanye yang menghibur yang identik dengan tarian, musik, gerakan dan budaya populer lain. Ada anggapan bahwa model-model kampanye tersebut miskin gagasan dan cenderung mereduksi nalar kritis.
Menurutnya, anggapan tersebut sangat berdasar dan mempunya argumen tersendiri. Jika diamati, beberapa yang viral dan dibicarakan memang miskin substansi. Bahkan beberapa cenderung mengaburkan problem yang harusnya aktual untuk dibicarakan. Seperti wacana politik dinasti, isu lingkungan, politik identitas, wacana HAM, global warming dan lainnya.
“Tetapi hal tersebut bukan berarti menggenalisir bahwa budaya popular (pop culture) yang terkait dengan politik itu selalu dangkal dan tidak punya makna,”ujar Radius Minggu (10/12/23)
Radius menyebut, generasi Z sangat mungkin melibatkan diri dalam politik dengan cara-cara mereka. Pesan terkait kesehatan mental, keseimbangan ekologi dan pesan anti korupsi sangat mungkin disampaikan dan dikampanyekan dengan cara-cara kreatif khas gen-Z. Konten-konten yang dibuat tentunya harus memperhatikan 3 hal yakni: ringan atau receh, lucu dan related dengan kehidupan gen-Z.
“Tidak semua yang receh, lucu dan menggembirakan itu tidak mempunyai pesan atau gagasan. Anak muda yang suka dengan tarian, nyanyian dan hiburan popular lain sangat mungkin menyimpan pesan yang substantif dan kritis. Tarian ketika didesign untuk merespon isu aktual, pasti mempunyai pesan edukatif, termasuk nyanyian dan hal sejenis.” imbuh Radius lagi.
Radius menghimbau kepada para timses, meski yang disajikan sisi ringan dan lucu namun harus tetap mengedepankan subtansi, karena memasuki tahun politik seperti ini edukasi politik harus terus dikedepankan, agar kampanye yang dilakukan tidak terkesan gimmick belaka.
Diketahui mayoritas pemilih di Pilpres 2024 didominasi oleh kalangan millenail dan Gen Z. Jumlah pemilih milenial menurut Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 66.822.389 atau 33,60 persen dari total pemilih yang akan menyalurkan hak suaranya di Pilpres 2024.
Sementara pemilih dari kalangan Gen Z mencapai 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85 persen dari DPT. Jika ditotal maka total pemilih dari kelompok millennial dan generasi Z berjumlah lebih dari 113 juta pemilih. Artinya jumlah pemilih dua generasi ini sebanyak 56,45% persen dari total keseluruhan pemilh.
“Dua generasi ini dikenal melek teknologi dan media sosial, terutama Gen Z yang tumbuh dengan akses internet dan teknologi digital sejak usia muda. Fakta itulah yang menyebabkan suara Gen Z dan millenial diperebutkan oleh capres cawapres di Pilpres 2024 ini,”pungkasnya.